Selasa, 01 September 2015

ACTIFest 2015 ~ Menjadi kreatif bersama Wahyu Aditya


     Halo para pembaca setia blog saya, hahaha ngarep. Kali ini saya akan menulis tentang sebuah kata kerja yang pasti sering anda dengar, KREATIF! Hayo, pasti pada mau kan dianggap kreatif? Anak muda zaman sekarang itu pada kreatif-kreatif soalnya, terbukti dengan banyaknya video lucu beredar di instagram atau banyaknya video dubsmash yang dilakukan mulai dari rakyat biasa sampai selebrita. Lalu ada apa dengan kreatif?
    Kreatif (bukan kere tapi aktif), sudah seharusnya menjadi ciri dari pemuda, seperti yang sudah saya sebutkan di atas tadi ya contohnya. Maka industri kreatif seharusnya dekat sekali dengan anak muda. Sebelum lebih jauh, apa sih industri kreatif? Mungkin masih ada pembaca yang belum paham ya apa itu industri kreatif. Tapi sejatinya, semua industri itu harus kreatif, karena kalo tidak, ya tentu sudah digilas oleh perusahaan-perusahaan lain yang terus berinovasi bahkan dalam hitungan detik. Jika setiap industri sudah seharusnya kreatif, lalu apa yang dimaksud dengan industri kreatif itu?
   Industri kreatif adalah industri yang memanfaatkan kreativitas individu sebagai produk utama dalam menjalankan kegiatan ekonominya. Jadi dalam industri ini, kreatifitas bukan hanya digunakan untuk terus membuat inovasi pada produk dan untuk meningkatkan jumlah penjualan saja, melainkan "si kreatifitas" itulah produk utama yang ditawarkan. 
     Nah, apa saja yang biasanya menjadi produk industri kreatif? Arsitektur, desain, fashion, kerajinan dan barang seni, periklanan, film video dan fotografi, seni pertunjukan, permainan interaktif dan masih banyak produk-produk lainnya. 
     Kali ini, saya akan mengulas sebuah acara seru, yang diselenggarakan oleh BEM Polsri, dalam rangka mengajak masyarakat khususnya pemuda di kota Palembang untuk sadar potensi industri kreatif daerahnya. Acara ini diberi tajuk ACTIFest, Ampera Creative Festival 2015. 

Wahyu Aditya pemilik Hellomotion School of Animation
   Agak telat sih kalo berita ini baru saya ulas sekarang, tapi ada pepatah Prancis yang bilang "mending terlambat daripada tidak sama sekali kan?" hehehe ngeles.       Diselenggarakan pada tanggal 23 dan 24 Mei 2015, ACTIFest diisi dengan beragam kegiatan menarik dan tentu saja kreatif. Mulai dari talkshow bersama pelaku industri kreatif Indonesia dan Palembang, workshop komik bersama komikus dari Palembang,  berbagai pameran industri kreatif dan bazaar, hingga berbagai lomba seperti lomba fotografi, papercraft, desain karakter, hingga lomba film pendek 15 detik pas.
   Hadirnya Wahyu Aditya sebagai pemilik dari Hellomotion School of Design and Animation dari Jakarta, menjadi penyemangat bagi para pemuda yang hadir. Apa itu Hellomotion? Sesuai namanya, Hellomotion adalah sekolah desain dan animasi. Hellomotion adalah penyelenggara sebuah festival (yang menurut saya) paling keren di Jakarta sampai saat ini - HelloFest. Sudah berjalan bertahun-tahun loh, sekarang mungkin sudah memasuki tahun kesebelas. Silahkan googling atau cari di Youtube yah, karena film-film yang dilombakan dan berbagai dokumentasi acara biasanya di-upload disana.
     Sambil menampilkan berbagai animasi yang pernah ia buat, Wadit (sapaan akrab Wahyu Aditya) juga memotifasi para pemuda kota Palembang untuk percaya pada kemampuannya masing-masing. Ia bercerita bagaimana karirnya dulu hanya berawal dari keisengan "mencorat-coret" mading SMAnya yang sepi. Keterusan menjadi pengecatan lapangan basket, tembok sekolah hingga patung alien setinggi dua meter yang hingga kini masih disimpan di ruang kelasnya di Malang. Keisengannya tadi kemudian berlanjut dengan membuat desain-desain angka ulang tahun kemerdekaan RI, hingga logo-logo perusahaan dan pemerintahan yang menurutnya sangat membosankan. Hasil dari keisengan inilah yang akhirnya membuat Wadit jadi dikenal, bahkan dipercaya oleh beberapa instansi swasta bahkan pemerintahan untuk mendesain ulang logonya, atau logo acara yang akan mereka selenggarakan. 
     Nah, dalam wawancara saya dengannya, Wadit menyampaikan pesan kepada para pemuda kota Palembang untuk jangan mudah menyerah dalam berusaha. "Namanya juga industri kreatif, ya harus kreatif jangan gampang nyerah, apalagi sekarang media sosial dan internet sangat membantu, jadi ga ada alasan untuk kehabisan ide".

     Pembicara kedua dalam talkshow ini adalah Indah Septy Elliyani, yang kebetulan adalah saya sendiri hehehe. Dalam kesempatan itu, Indah mengajak para pemuda kota Palembang untuk bergerak bersama-sama, membangun semangat untuk memajukan industri kreatif di kota Palembang. Karena sejauh ini, ia sendiri merasakan kesulitan sebagai pelaku industri kreatif untuk berkembang apalagi membuka usaha sendiri seperti apa yang sudah dilakukan oleh Wadit di Jakarta. Sedikitnya kesempatan yang ada, serta jarangnya acara apresiasi terhadap industri kreatif membuat para pelakunya banyak berkecil hati. Maka dari itu, Indah mencoba membakar semangat para pemuda, untuk membuat festival apresiasi sendiri, yang nantinya akan menjadi wadah pameran kreasi hasil pemuda Palembang dan Sumatera Selatan.
 
 Selain talkshow, berbagai komunitas keren juga ikut andil dalam acara ini. Pameran komik, cosplay, 3D character and design, games seru dan bazaar kerajinan tangan dan pakaian ikut memenuhi acara ini diluar ruangan. Lomba-lomba kreatif juga diadakan. Desain karakter, fotografi, papercraft sampai lomba film pendek 15 detik pas.





     Untuk lomba film 15 detik pas yang kebetulan juga dijurikan oleh Indah Septy Elliyani, terpilih juara 1 dan 2, serta juara favorit dengan jumlah view terbanyak diantara peserta yang lain. Ini adalah film yang berhasil menjadi juara utama : https://www.youtube.com/watch?v=uNG6fiXglLk
     
              

     Keren kan cosplaynya? Ini baru satu komunitas, masih ada banyak lagi yang lebih keren, tapi maaf kemarin ga begitu banyak ambil foto, sibuk ngelayanin fans yang minta foto bareng sih *digebukin pembaca. Oke, itu saja tulisan saya yang sangat terlambat tentang ACTIFest 2015. Semoga tahun depan ada lagi, karena panitianya sudah berjanji akan mengadakan rutin acara ini, dan semoga tahun depan saya diundang lagi huahahaha. Thank udah ngebaca tulisan ini ya, semoga bermanfaat. See you on my next writing.



     































Rabu, 20 Mei 2015

Anugerah itu sederhana

     UN untuk tingkat SD baru saja berlalu. Pada tanggal 18, 19 dan 20 Mei lalu, para anak usia 12 tahunan memperjuangkan harga diri orang tuanya di atas meja panas. Kenapa saya katakan harga diri orang tua yang diperjuangkan bukan si anak? Well, mereka hanya anak usia 12 tahun yang masih senang bermain-main. Yang ketika bangun sekolah harus susah payah dibujuk dan dirayu. Apakah menurut anda mereka akan merasa malu jika sampai tidak lulus dari sekolah dasarnya? Mungkin bagi beberapa anak yang (orang tuanya) terobsesi pada prestasi akademik iya, UN akan menjadi even bergengsi. Tapi saya yakin bagi sebagian besar anak lainnya tidak. Mereka hanya berupaya menuruti keinginan orang tuanya, jauh di dalam hati mereka yang (masih) begitu luas, terbentang keinginan untuk menikmati masa indah sebagai seorang anak. Mengeksplorasi diri dan dunia, dengan bergelora membuka knop-knop motorik pada tubuh yang mungkin masih tertutup.
     Pernahkah anda melihat seorang anak usia sekolah dasar sudah menggunakan kacamata super tebal untuk anak seusianya? Bayangkan betapa sedihnya ia karena telah kehilangan kilau matanya dalam waktu secepat itu. Terkurung dalam rumah sempit, bukannya keluar dan berlari lincah dalam dunia imajinasi masa kecil? But well, saya tidak akan menggunakan postingan kali ini dengan keluhan dan sarkasme soal Ujian Besar yang harus dihadapi oleh anak-anak sekecil itu.
     Kembali pada topik UN yang harus dihadapi oleh anak-anak SD se-Indonesia. Ujian itu juga tidak mengecualikan para anak luar biasa yang bersekolah di Sekolah Luar Biasa. Seperti tiga orang siswi dari SLB - A Panti Rehabilitasi Penyandang Cacat Netra yang berlokasi di jalan MP. Mangkunegara Palembang ini.
     Bukan untuk memperjuangkan harga diri orang tua karena itu sudah hilang sejak mereka dilahirkan, bukan pula untuk merubah masa depan karena pun setelah lulus SD, mereka tetap akan berada di panti rehabilitasi karena telah dititipkan orang tua yang tidak memiliki kemampuan untuk menemukan anugerah yang diberikan Tuhan lewat kekurangan yang dimiliki oleh anak-anak luar biasanya itu. Lalu untuk apa mereka giat belajar dan berusaha gigih agar mampu melewati ujian ini? Saya meminta maaf yang sebesar-besarnya karena kemarin tidak sempat menanyakan pertanyaan itu. Ini adalah peliputan pertama yang saya buat untuk blog ini, tentu menjadi pembelajaran besar untuk tulisan selanjutnya.
     Namun saya tidak lupa untuk memotret mereka. Inilah ketiga anak luar biasa yang membuat remuk hati saya seketika masuk ke ruang kelas sempit itu.
 

     Dita Marisah Arum Prianti, Juwita Putri Amelia dan Talita Anggraini. Tiga siswi kelas 6 SLB-A yang tahun ini mengikuti UN di Panti Rehab itu. Bukankah nama-nama mereka sangat cantik? Saya yakin meski kecewa, para orang tua mereka tetap berusaha mensyukuri titipan Tuhan ini, meski hanya melalui sebuah nama. Saat saya datang, mereka sedang mengerjakan soal ujian Matematika. Terdiri dari 40 soal (10 soal lebih sedikit dari Mata Pelajaran UN lainnya), lembar ujian yang ditulisan menggunakan huruf Braile itu diraba dengan serius oleh mereka bertiga. Sementara lembar jawaban diletakkan disebelahnya, juga dalam huruf Braile. Bagaimana cara mereka menjawab? Tonjolan-tonjolan yang menjadi elemen utama dari huruf Braile, ditekan menggunakan jari sehingga tonjolannya menjadi rata dengan kertas (seperti gelembung plastik pelindung barang elektronik yang sering kita pecahkan saat kecil).

     Terakhir, mereka mengukir nama di bagian atas lembar jawaban menggunakan alat tulis yang disebut Riglet.

     Meski lupa menanyakan apa yang mereka harapkan dengan lulus dari ujian ini dan seperti apa masa depan yang mereka bayangkan, namun saya sempat berkenalan dengan salah satu dari mereka. Ia menyelesaikan ujian ini lebih dulu dari kedua temannya. Perkenalkan, ini Talita.

 

     Bisa dirasakan bukan semangat dan keyakinannya akan bisa melewati ujian ini? Apa ada sedikit rasa malu karena sebagai manusia normal, kita tidak (atau lupa) untuk mensyukuri hidup kita yang jauh lebih mudah darinya? Pernah membayangkan bagaimana jika besok matahari hanya bisa dirasakan kehangatannya tanpa bisa kita lihat kemerahannya? Atau megahnya petir yang hanya bisa kita dengar gemuruhnya tanpa bisa dilihat kilatannya? Bersyukurlah, karena sungguh, hanya itu yang bisa kita lakukan untuk membalas semua nikmat Tuhan. Mungkin bagi sebagian kita, sulit untuk mengakui bahwa tidaklah seberapa masalah yang saat ini sedang mendera, maka cobalah untuk mengunjungi mereka. Menatapnya dalam-dalam, lalu memeluknya. Kita bukan siapa-siapa.


Palembang, 21 Mei 2015